Api Sejarah Takari Yang Melempem dan Lembek

Api Sejarah Takari Yang Melempem dan Lembek

Takari? Jenis istilah apakah ini. Bahasa jepang kah? Atau sejenis kue, brand atau apa?  Mungkin kita masih bingung apa arti istilah ini. Mengapa Takari menjadi melempem atau lembek. Apakah mungkin masuk dalam jenis makanan sehingga menjadi melempem dan lembek. Atau mungkin dulunya Takari adalah sesuatu yang renyah gurih menggoyang lidah dan akhirnya mengalami perubahan, sehingga muncul istilah menjadi melempem dan lembek dan menjadi judul dari tulisan ini.

Takari adalah sebuah catatan pidato oleh Sukarno pada tahun 1965. Takari adalah singkatan dari Tahun Berdikari. Apakah saat ini Indonesia sudah menjadi bangsa yang berdikari? Terutama kondisi setelah pandemi? Tentunya kita akan bisa menjawab secara data berdasarkan hasil laporan makro Indonesia. Namun jika disimak dalam kehidupan sehari-hari tentu sudah ada jawaban atas kondisi yang kita rasakan. Harga minyak goreng mahal, harga bbm mengalami kenaikan dan tentu saja ekonomi menjelang lebaran meningkat pesat. Itu adalah situasi yang bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Situasi politik agak tergoncang. Kebudayaan pun mulai berubah karena perkembangan teknologi dll.

Membaca takari (Tahun Berdikari 1965 )  adalah membaca sebuah kebijakan Sukarno makro yang terjadi pada tahun 1965. Tahun dimana 20 tahun setelah Indonesia merdeka. Berdikari secara harfiah memiliki arti berdiri diatas kaki sendiri. Apakah selama 20 tahun pada saat itu (1965) bangsa kita sudah berdiri diatas kaki sendiri setelah dua puluh tahun merdeka? Tentu kita bisa menjawabnya melalui sejarah.

Merunut balik ke sejarah lampau. Bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Karena itulah Belanda hampir selama 350 tahun menjajah Indonesia. Tentu saja manusia Indonesia sebagai tuan rumah, tidak menikmati hasil, bahkan dibutakan pengetahuanya dengan kebijakan kebijakan pemerintah kolonial. Sehingga muncul bentuk bentuk perlawanan oleh beberapa kelompok karena adanya kesadaran bahwa tanah airnya dijajah. Kita lihat seperti perlawanan Pangeran Diponegoro yang akhirnya berhasil ditaklukan oleh Belanda. Melihat dari sini kita bisa menarik benang merah bahwa manusia Indonesia saat itu tidak diberikan kesempatan untuk berdikari, menikmati hasil dari panen atau hasil keringatnya sendiri. Dengan berbagai jenis kebijakan kolonial saat itu tentu saja ada golongan golongan yang diuntungkan dari orang Indonesia. Dengan tujuan lain bahwa Belanda saat itu tidak bisa bekerja sendiri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jika ditarik maju kembali pada tahu 1965 dimana pada saat itu 20 tahun Indonesia merdeka. Memang benar sudah terlepas dari imperialism kolonial. Namun situasi yang terjadi saat itu juga banyak terjadi korupsi yang menggarong keuangan negara. Dan juga ada kelompok kelompok kepentingan yang berusaha mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan situasi politik saat itu. Terbukti masih ada pemberontakan pemberontakan oleh orang Indonesia sendiri. Pendapat beberapa sejarawan menilai bahwa ada bentuk bentuk penjajahan baru yang tidak terlihat bahkan lebih kejam yakni kebijakan penguasaan asset asset dalam negeri oleh asing melalui kebijakan kebijakan negara. Inilah sebuah tantangan yang harus dihadapi.

Keberuntungan kita, terutama masyarakat Blitar bahwa api sejarah takari tidak hilang sebagaimana ungkapan dalam tulisan Bung karno. Bahwa peran seseorang akan hilang jika hanya menjadi obyek saja, meskipun 20 tahun atau bahkan sampai 200 tahun lamanya. Takari atau tahun berdikari “hanya” mengalami sebuah masa melempem dan lembek. Mengapa? Karena arah kebijakan berdiri di kaki sendiri saat ini sebagai bangsa masih belum kita rasakan, bahwa kita sebagai bangsa yang benar benar berdiri diatas kaki sendiri. Sehingga perlu dipantikkan kembali apinya di sebuah dapur agar menyala kembali berkobar kobar. Yakni yang bernama dapur nasionalisme. Bukan hanya dengan berbicara bertulis kata, namun juga dengan berbicara dan bekerja. Bukan hanya sekedar menjadi bahan literasi yang tersimpan di dalam koleksi khusus. Yang ketika masuk harus tanda tangan berizin dahulu. Namun lebih dari itu, kita harus bisa menyalakan semangat api berdikari di dalam pembangunan lingkungan kita. Sehingga api sejarah takari yang melempem dan lembek kembali menyala berapi-api. Dan tentunya renyah dan kriuk kriuk untuk kita implementasikan dalam kehidupan berkreasi berpembangunan di dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.

7  poin dalam berdikari

Menjadi pemeran dan subyek sejarah. Bahwa pada tahun 1965 Bung Karno mengingatkan meskipun sudah 20 tahun atau bahkan 200 tahun, kalau kita sekarang Indonesia merdeka yang ke 76 tahun, namun jika hanya sebagai obyek sejarah, tidak menjadi pelaku subyek sejarah, maka hanya tinggal tersisa menjadi abu sejarah yang akan hilang terhempas dari angina sepoi-sepoi yang melambai. Namun jika kita menjadi jiwa jiwa yang melawan, berjuang, menjebol, membangun, mendistruksi dan mengontruksi berfantasi dan berkreasi, maka kita pantas disebut sebagai pejuang. Pejuang yang tidak memerlukan waktu hingga 200 tahun, atau bahkan 20 tahun, bahkan 2 tahun pun sangat memungkinkan. Hal ini menunjukan bahwa sebuah proses yang konsisten tidak menyerah adalah sebuah perjuangan yang dahsyat dan layak untuk menjadi sebuah teladan. Bukan menjadi jiwa jiwa yang melempem dan lembek.

Kesadaran manunusia untuk berjuang dan berkreasi. Konsep berdikari berbeda dengan konsep kapitalisme. Bahwa modal utama adalah uang atau harta yang banyak. Dan tentunya saat ini menjadi sebuah opium di masyarakat atau menjadi candu. Bahwa modal dalam berusaha adalah uang. Sehingga ketika seseorang mulai melakukan kegiatan usaha berusaha mengajukan kredit pada lembaga-lembaga keuangan.sedangkan dalam konsep berdikari, modal yang berharga adalah kesadaran manusia. Kesadaran manusialah yang menjadi modal utama untuk menjadi subyek subyek peran dalam perubahan dunia peradaban. Inilah yang menjadi pembeda mendasar dan mungkin kita bisa katakan semangat berdikari “ dilempemkan dan dilembekan”

Bahwa perjuangan membutuhkan sebuah tirakat bukan langsung tiba tiba dapat enaknya saja. Menjadi bangsa yang berdikari adalah bukan menjadi bangsa yang hanya menikmati enaknya saja. Hanya ditinggal leyeh-leyeh makan enak dimeja dan disuapi. Tetapi berdasarkan pengalaman pada masa itu banyak kepahitan yang dirasakan bahkan dibarengi dengan banyaknya korban para pahlawan. Butuh perjuangan dan berusaha untuk melampaui semua kesulitan dan kepahitan.

Konsep berdikari juga mengajarkan untuk berjejaring dengan beberapa pihak-pihak luar yang mendukung positif yang kita lakukan. Semisal pada waktu itu Bung Karno mengucapak terimakasih dan dukungan dari media-media pers luar yang mendukung dan memberitakan tentang kemerdekaan Indonesia. Berjejaring di sini mempunyai sifat yang saling menguntungkan. Bukan menindas seperti penjajahan.

Disamping itu konsep berdikari dalam berjuang adalah tidak perlu untuk menunggu sempurna. Sebagaimana diibaratkan bung karno keputusan perkawinan. Bahwa untuk kawin tidak perlu menunggu permadani, gedung,  kasur empuk dan lain sebagainya. Cukup dengan gubuk, atau satu periuk jika ingin kawin sudah bisa terwujud. Praktek adalah ibunya dari segala teori, dan pengalaman adalah guru yang bijaksana. Dan kegagalan adalah ibunya sukses, dan kegagalan adalah ibunya kemenangan. Bahwa konsep berdikari meniadakan peran individu yang merasa hanyak sekelompok kecil yang tidak mempunyai peran penting dalam suatu masyarakat.

Tekad baja sebuah keyakinan visioner. Sebuah konsep keyakinan dalam berdikari. Menyebutkan bahwa ketika kita setia pada hukum sejarah, bersama dan memiliki tekad baja maka kita bisa memindahkan gunung semeru bahkan gunung kinibalu.

Pro bono public bahwa segala sesuatu diamati untuk kepentingan atau kesejahteraan umum. Sekalipun ada pribadi yang dirugikan atau laba perusahaan berkurang tapi asal pro bono publico maka itu layak diterima. Dicontohkan kaum buruh dan tani yang bekerja, menghasilkan dan tanpa banyak mengeluh dan banyak cincong. Dengan tuntutan yang masuk akal, misalnya kaum buruh bekerja untuk mendapatkan uang dan kaum tani bekerja untuk mendapatkan tanah. Yang bekerbalikan dengan para ndoro-ndoro atau pejabat public yang malah ingin mendapatkan keuntungan dari republic, bukan berkorban untuk republik. Termasuk para jendral jendral petak 1945 yang ikut berjuang namun di era sekarang malah memecah belah semangat persatuan.

Tataran praktis di Blitar Bumi Bung Karno – tatanan ekonomi berdikari yang terbentuk

Tidak dipungkiri bahwa Blitar merupakan sebuah kota kecil yang berdampingan dengan daerah kabupaten Blitar yang tentunya jika ditinjau dari segi potensi berbeda jauh. Namun Blitar menjadi pusat perhatian semenjak era sebelum kerajaan kahuripan menjadi sebuah area penting dalam tahapan sejarah perkembangan bangsa. Menitik pada kondisi geografis dan program pemerintah bahwa wilayah kota blitar adalah menjadi wilayah kota perdagangan dan kota wisata. Dan terbukti masyarakat yang terbentuk adalah berkat Rahmat Tuhan YME dan tentunya keberadaan pusara makam bung karno menjadi pundi pundi ekonomi bagi masyarakat sekitar dan golongan kecil, menengah, hingga golongan para petinggi-petinggi.

Dari sector bawah muncul kluster-kluster perdagangan di wilayah MBK. Dan beberapa daerah pendukung muncul kluster-kluster industri kreatif seperti kerajinan dan koi. Dan ini terbentuk dengan sendirinya yang bermodalkan dengan kesadaran manusia untuk membaca pasar. Bahkan dibuktikan dengan beberapa produk dari lokal blitar telah mampu dipasarkan di luar negeri seperti kerajinan kayu. Dan golongan pedagang ini adalah upaya bergerak dan berinisiatif sendiri mencari pasar tanpa dukungan pemerintah. Walaupun akhirnya muncul golongan golongan pedagang atas, yang belum tento pro bono public

Inilah perlunya sebuah pemantik api melalui literasi untuk menggoreng kembali Takari yang melempen dan lembek agar bergairah dan kriuk kembali. Semangat ide dan gagasan gagasan bung karno agar bisa hidup 1000 tahun lagi di warga blitar khususnya dan Indonesia umumnya.

 

Maju terus! Pantang mundur!

Ever onward, never retreat!

Sekali merdeka, tetap merdeka!

Sekali Berdikari, tetap Berdikari!

Insya Allah, kita pasti menang!

Sebab Tuhan beserta kita!

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *