Perubahan Sastra Jawa: Masa Transisi dan Pengaruh Kolonial

Sastra Jawa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang kaya selama berabad-abad. Sejak zaman dahulu, sastra Jawa terus bermetamorfosis seiring dengan perkembangan sosial budaya di sekitarnya. Perubahan tersebut sering kali ditandai dengan kebangkitan yang menghasilkan genre baru, menciptakan nafas segar, dan menyuarakan suara baru yang berbeda dari sastra sebelumnya.

Salah satu masa penting dalam evolusi sastra Jawa adalah masa transisi pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada masa ini, kondisi sosial di Hindia Belanda dipenuhi dengan pergolakan, seperti Perang Diponegoro dan Perang Paderi, yang memunculkan perlawanan rakyat terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Pergolakan ini mencetuskan perubahan signifikan dalam sastra Jawa.

Pemerintah kolonial Belanda merespons perlawanan tersebut dengan mengirim pasukan besar dan mendirikan lembaga pendidikan, termasuk Lembaga Bahasa Jawa, untuk mempersiapkan pengetahuan bahasa dan budaya bagi pasukan kolonial mereka. Kehadiran lembaga tersebut tidak hanya merangsang penulisan jenis prosa baru yang terlepas dari tradisi klasik, tetapi juga mempengaruhi pola pikir kelompok pribumi yang dekat dengan pemerintah kolonial.

Pengaruh kolonial Belanda juga terlihat dalam pendirian percetakan pertama di Hindia Belanda oleh misionaris Belanda pada tahun 1743. Kemudian, pada tahun 1855, terbitlah pers pertama dalam bahasa Jawa, membawa peralihan dari tradisi tulis tangan ke tulis cetak dalam sastra Jawa.

Masa transisi ini juga mengisyaratkan pergeseran konvensi dari tradisional ke modern. Pengaruh Barat mulai terasa dengan didirikannya Instituut voor de Javaansche Taal pada tahun 1832, yang menghasilkan karya-karya prosa gubahan dari karya klasik Jawa. Peningkatan bahan bacaan berbahasa Jawa menjelang akhir abad ke-19 menunjukkan bahwa pengaruh Barat telah meresap hingga ke pedesaan.

Pendirian Balai Pustaka pada tahun 1917 menandai perubahan kebijakan dalam penerbitan oleh pemerintah kolonial Belanda, dengan lebih menekankan pada buku berbahasa Melayu. Hal ini mengakhiri era penerbitan buku berbahasa daerah yang lebih selektif.

Secara keseluruhan, masa transisi sastra Jawa pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode yang penting dalam sejarah sastra Jawa. Pengaruh kolonial Belanda, pergeseran konvensi, dan perkembangan penerbitan adalah beberapa aspek yang membentuk pemandangan sastra Jawa pada masa tersebut.

Scroll to Top