Demi Kehormatan

Mbah masih sibuk melayani beberapa pelanggan yang sedang total belanja pelanggan. Mbah Kung menyiapkan kresek untuk membungkus belajaan pelanggan, terdiri dari tomat, jahe, dan aneka bumbon lainya. Kios di pojok menghadap ke timur tampak rame pembelia, dan beberapa kios lain juga mulai nampak ramai. Geliat pasar pon setiap hari, seperti menunjukan tingginya penjualan jelang 15 hari menuju lebaran.

“Ngiyup mriki mas daripada kepanasan” sapa mbah Kung kepada customer anak muda yang sedang menunggu pacarnya belanja untuk bekal buka puasa nanti malam. Tampak Bapak Tua lain sedang duduk mempersilahkan teman lainya untuk “ndorong” alias cangkruk di tempat yang teduh membelakangi terik sinar matahari vitamin D. Disampingnya ada Mbah Becak dua orang yang asyik mengobrol sambil menggu pelanggan yang data.

“Arepe pindah nandi neh kuwi ?” celetuk Mbah Tukang Becak kepada temanya. “ Gowo nang templek palingo” jawab temanya. Sambil mengamati dengan seksama tukang Becak yang membawa tompo, rinjing, capil dan aneka produk bambu lainya yang menumpuk menjulang tinggi. Dan ditemani sosok bidadari yang sudah tua keribut berkebaya, dan tampak giginya menonjol. Nenek tua yang masih semangat sehat berjualan, walaupun kulitnya seolah sudah menempel pada tulang-tulangnya. Berangkat menuju ke selatan.

kembali disamping tukang becak duduk di trotoar tukang servis sepeda dan tambal ban duduk bersama penjual kambil dan kates. “Ta kabari lek enek jaranan” celetuk tukang tambal ban kepada seorang wanita berkerudung, yang ternyata adalah tetangganya. Terkadang jika longgar tukang tambal ban juga berprofesi sebagai tukang ojek, dan tak mau dibayar walau mengantar tetanggaya sendiri. Ternyata wanita berkerudung itu adalan sinden, dimana ada jaranan akan datang untuk menyiden.

Pembicaraan mengalir begitu saja, bicara mulai her 5 tahunan dan tentang SIM 5 tahunan. Tampak sepeda motor yang dipakai penjual kates ini sudah out of the date alias dimatikan. Ada pemeriksaan polisi kadang kena dan dipinggirkan oleh polisi. Namun seiring berjalanya waktu ada pelanggar lain yang dicegat, sehingga ketika akan melipir perjalanan langsung dilanjutkan dan akhirnya selamat dari tilang polisi.

Bercerita lagi tentang tetangganya yang ada di kledan. Ada polisi yang kerap menegur tetangganya ketika keluar rumah tidak memakai helm. Bukan hanya satu tetangga namun banyak tetangga yang ditegur. Dan akhirnya terjadi pemufakatan “sanksi sosial”. “Kuwi pancen ora lumrahe uwong” celetuk bakol kates. “Sok lek enek opo-opo ora usah moro, kajatan, manten , opo layon. Ben bayar uwong ae”. “Kambile pinten Pak?” ibu ibu berkerudung bertanya kepada bapak penjual kates kelapa. “12 ewu Buk”. “ 6 sepuluh inggih Pak, tuek to, kambil abang to, penak dionceki to?” sambil membuat tali simpul agar 6 kelapa mudah dibawa.

“Alhamdulillah “ diiringi lagu pengamen yang menyanyikan Harga diri dari roma irama. Sambil berceletuk. Sek sepi mas, biasane yang enek wes bek , iki separo rung enek. Menunjukan peroleh icrik dari ngamen sambil membawa salon berjalan. Usum sepi, demi kehormatan boleh saja …. demi kehormatan…

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Reset password

Enter your email address and we will send you a link to change your password.

Get started with your account

to save your favourite homes and more

Sign up with email

Get started with your account

to save your favourite homes and more

By clicking the «SIGN UP» button you agree to the Terms of Use and Privacy Policy
Powered by Estatik