Belakangan muncul pemberitaan tentang ketidakharmonisan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar. Di tengah kepekaan publik terhadap pemerintahan daerah, isu seperti ini cepat menyita perhatian—tetapi apakah ini benar-benar isu utama bagi kemajuan kota? Dari hasil telaah berita dan data publik, ada argumen kuat bahwa persoalan internal yang belum terverifikasi ini justru mengganggu branding pemerintahan dan mengalihkan energi dari agenda pembangunan yang nyata.
Kenapa isu internal ini berbahaya bagi citra kota
- Mudah distorsi menjadi narasi negatif. Berita soal “perselisihan” cepat dipelintir sehingga terlihat seperti krisis pemerintahan, padahal seringkali bersifat administratif atau personal dan bisa diselesaikan secara internal. Contoh: pemberitaan soal kekecewaan Wakil Wali Kota terhadap proses mutasi birokrasi mendapat perhatian luas — namun belum tentu mencerminkan kegagalan fungsi pemerintahan secara keseluruhan.
- Mengalihkan perhatian dari pencapaian nyata. Pemerintah daerah yang sibuk membersihkan isu politik internal akan memiliki lebih sedikit waktu dan energi untuk mempromosikan capaian dan program yang berdampak langsung bagi warga.
- Menurunkan kepercayaan investor dan turis. Narasi konflik membuat calon investor atau pengunjung ragu — padahal data menunjukkan banyak potensi Blitar yang pantas dijual kepada publik.
Fakta yang penting — data dan prestasi Blitar yang sering terlupakan
- Pertumbuhan ekonomi: Perekonomian Kota Blitar pada 2024 tumbuh 5,33% dibanding 2023 — indikator yang menunjukkan aktivitas ekonomi yang sehat dan tidak selaras dengan narasi “pemerintahan kacau”.
- Penghargaan dan pemasaran pariwisata: Kota Blitar meraih posisi runner-up pada Tourism Marketing Award 2024 tingkat provinsi, bukti bahwa upaya promosi pariwisata berjalan dan layak diperkuat. Ini modal penting untuk citra kota berbasis sejarah (Bung Karno, makam, museum) dan pariwisata sejarah.
- Data strategis dan publikasi resmi: BPS Kota Blitar dan publikasi daerah menyajikan indikator sosial-ekonomi yang menjadi dasar perencanaan — artinya ada data kuat bagi perbaikan layanan publik bila energi pemerintah difokuskan pada program nyata.
- Stabilitas konstitusional: Sengketa hasil pilkada sempat berlangsung dan telah melalui mekanisme hukum; keputusan MK (atau proses peradilan terkait) menunjukkan bahwa ada jalur penyelesaian formal yang mengokohkan legitimasi pemerintahan. Menjadikan perselisihan pribadi sebagai headline justru meremehkan proses hukum dan tata negara yang berjalan.
Argumen: lebih banyak PR untuk hal-hal konstruktif daripada gosip politik
Daripada menghabiskan energi merawat rumor, pemerintah kota (dan para pemangku kepentingan: media lokal, organisasi masyarakat sipil, unsur akademik) sebaiknya bersama-sama mengampanyekan hal-hal berikut:
- Promosi pariwisata sejarah terintegrasi — paket wisata “Jejak Bung Karno + Situs Penataran” dengan promosi digital dan kalender event tahunan. (Manfaat ekonomi dan citra).
- Transparansi data pembangunan — publikasikan ringkasan capaian ekonomi, kesehatan, dan pendidikan tiap triwulan dengan bahasa sederhana sehingga warga dan investor paham kemajuan riil. (Manfaat: membendung misinfo).
- Kampanye ekonomi kreatif & UMKM — dorong digitalisasi pemasaran produk lokal (kerajinan kayu, kuliner) agar manfaat pembangunan menyentuh lapisan bawah ekonomi. (Manfaat: peningkatan kesejahteraan lokal).
- Komunikasi publik terpadu — PR bersama Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan OPD untuk menyampaikan visi, capaian, dan langkah ke depan; sekaligus mekanisme klarifikasi isu agar tidak cepat viral. (Manfaat: menjaga citra).
Rekomendasi singkat untuk media lokal dan warga
- Media: verifikasi dulu sebelum memaksimalkan tajuk konflik; berikan ruang pada data dan capaian.
- Pemerintah: keluarkan pernyataan sinkron tentang prioritas pembangunan dan data capaian; gunakan kanal resmi untuk counter-misinfo.
- Warga & komunitas: dorong partisipasi publik dalam program pembangunan sehingga narasi publik bergeser dari gosip ke fakta.
Penutup
Isu “keretakan” antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota, bila tidak ditangani bijak, berpotensi menjadi cerita yang merusak citra Blitar — padahal bukti data dan prestasi menunjukkan banyak hal positif yang layak diperkuat. Prioritas mestinya pada kerja nyata: ekonomi yang tumbuh, promosi pariwisata, dukungan untuk UMKM, dan transparansi data. Menjadikan konflik kecil sebagai headline hanya memperlambat proses pembangunan yang seharusnya menjadi ceritera utama Kota Blitar.
