Kekurangan rezeki bekal hidup di tanah airnya Sendiri akar kolonisasi
Tulisan Sukarno 1926 Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme
Sukarno lahir sebagai “Aria Bima Putra” yakni golongan yang lahir pada masa Indonesia muda. Di mana berada pada masa perjuangan awal perjuangan Indonesia akan merdeka. Sukarno melihat bahwa pada masa Indonesia muda adalah sebuah kondisi dimana rakyatnya mempunyai perasaan tidak senang terhadap nasibnya. Rakyat juga merasakan tidak senang dengan nasib ekonominya. Tidak senang dengan nasib politiknya dan tidak senang dengan nasib nasib lainya. Bahwa kesadaran ini dirasakan oleh Sukarno dan rakyat pada masa itu beberapa belum memiliki kesadaran secara komunal terhadap kondisi ini.
Sukarno mencerikan dalam tulisanya dengan penuh semangat. Untuk membangkitkan sebuah semangat juang kepada rakyat dan pembacanya untuk bergerak. Hal ini dibuktikan dalam tulisanya bahwa “ zaman senang dengan apa adanya “ adalah sebuah zaman kuno, sebuah zaman masa lalu. Zaman baru adalah zaman muda sebagai fajar yang terang cuaca dan cahayanya.
Teori kuno mengatakan bahwa siapa yang dibawah harus menerima kondisi dengan senang. Cukup hanya dengan menikmati harta benda yang sudah dimiliki dan mampu untuk menghidupi orang yang ditanggungnya. Kondisi ini menggambarkan hubungan antara rakyat di negara jajahan vs penjajah yang dalam hal ini adalah pemerintah kolonial belanda. Bahwa hubungan antara keduanya antara atasan dan bawahan. DImana bawahan ( rakyat ) pada saat itu dalam kondisi cukup untuk hidup adalah bukan kondisi yang ideal meskipun sudah cukup.
Pada masa Indonesia muda ini rakyat sudah mulai menipis kepercayaan terhadap “wali”-nya ( voogd ) dan justru kondisi ini akan membebaskan rakyat sendiri ( ontvoogden ). Semula penjajah dianggap sebagai saudara tua oleh rakyat. Namun karena sudah makin tipis kepercayaan, rakyat dengan kemauanya sendiri akan melepaskan diri pada suatu kondisi sudah menjadi dewasa atau menjadi sudah akil balig.
Kesadaran akap tipisnya atau minimnya kepercayaan adalah modal dasar pengetahuan. Pengetahuan yang bersendi pada keyakinan. Sukarno mengatakan bahwa yang menyebabkan kolonisasi itu bukanlah pada keinginan kemasyhuran, atau keinginan untuk melihat dunia asing, juga bukan keinginan untuk merdeka. Dan juga keinginan yang menjalankan kolonisasi buka karena terlampau sesak oleh banyaknya penduduk di negaranya. Namu sebagaimana ajaran Gustav Klemm asal mula kolonisasi ialah karena soal pada rezeki.
Sukarno juga mengutip dari Dietrich Schafer bahwa yang pertama-tama menyebabkan kolonisasi ialah hamper selamanya kekurangan bekal hidup dalam tanah airnya sendiri. “ Kekurangan rezeki itulah yang menjadikan rakyat-rakyat eropa mencari rezeki di negeri lain. Itulah yang menjadi sebab rakyat rakyat eropa menjajah negeri negeri untuk mendapatkan rezeki.
Inilah yang menjadi “ontvoogding” pencabutan hak milik negeri negeri jajahan untuk mendapatkan kembali hak miliknya yang sudah dipercayai. Orang tak bisa gampang gampang melepas bakul nasinya, jika pelepasan itu menimbulkan matinya.
Bertahun tahun, bahkan berwindu – windu rakyat eropa seolah olah menjadi tuan di negeri negeri Asia. Berwindu-windu rezeki rezeki asia masuk ke negerinya. Sehingga yang menjadi istimewa Eropa barat semakin bertambah kekayaanya.
Begitulah tragisnya nasib dan riwaya negeri jajahan. Dan kesadaran dan keinsyafan akan nasib tragis ini yang menyadarkan rakyat jajahan. Meskipun saat itu kondisi rakyat sudah ada dan berada pada penaklukan penjajahan. Namun semangat didalam hati dan pikiran sebagai Spirit of Asia masih ada dan kekal. Roh – roh semangat masih ada dan menyala bagai api yang tak pernah padam. Kesadaran dan keinsyafan inilah yang menjadi nyawa dan semangat pergerakan rakyat Indonesia. Untuk bebas dan merdeka dari penjahahan